Minggu, 11 Mei 2014

BAB IV RASIO KEUANGAN BANK & TINGKAT KESEHATAN BANK

I.                   Pengenalan Rasio Keuangan Bank
    Analisis rasio keuangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh gambaran perkembangan finansial dan posisi finansial perusahaan. Analisis rasio keuangan berguna sebagai analisis intern bagi manajemen perusahaan untuk mengetahui hasil finansial yang telah dicapai guna perencanaan yang akan datang dan juga untuk analisis intern bagi kreditor dan investor untuk menetukan kebijakan pemberian kredit dan penanaman modal suatu perusahaan (Bahtiar Usman, 2003).
      Analisis rasio merupakan salah satu alat analisis keuangan yang banyak digunakan. Rasio merupakan alat untuk menyediakan pandangan terhadap kondisi yang mendasari. Rasio merupakan salah satu titik awal, bukan titik akhir. Rasio yang diinterprestasikan dengan tepat mengidentifikasi area yang memerlukan investigasi lebih lanjut. Analisa rasio dapat mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar perbandingan dalam menemukan kondisi dan tren yang sulit untuk dideteksi dengan mempelajari masing-masing komponen yang membentuk rasio. Seperti alat analisis lainnya, rasio paling bermanfaat bila berorientasi ke depan. Hal ini berarti kita sering menyesuaikan faktor-faktor yang mempengaruhi rasio untuk kemungkinan tren dan ukurannya di masa depan. Kita juga harus menilai faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi rasio di masa depan. Karenanya, kegunaan rasio tergantung pada keahlian penerapan dan interprestasinya dan inilah bagian yang paling menantang dari analisis rasio (Wild, Subramanyam, Halsey, 2005).

      Analisis rasio keuangan memberikan kerangka hubungan antar pos-pos neraca dan perhitungan laba rugi, memungkinkan seseorang menelusuri sejarah suatu perusahaan dan menilai posisi keuangannya saat ini, serta  memungkinkan bagi manajer keuangan memperkirakan reaksi kreditur atau investor terhadap keadaan keuangan perusahaan dan dengan demikian dapat mancari cara-cara yang tepat untuk mendapatkan dana. (S. Munawir (2007:65) )
A.       Legal Reserve Requipment (LRR)
      Ketentuan bagi setiap bank umum untuk menysihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada bank Indonesia.
B.       Loan to deposit Ratio (LDR)
      LDR merupakan rasio yang mengukur kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus dipenuhi. Kewajiban tersebut berupa call money yang harus dipenuhi pada saat adanya kewajiban kliring, dimana pemenuhannya dilakukan dari aktiva lancar yang dimiliki perusahaan (Agus Suyono, 2005). LDR dihitung dari perbandingan antara total kredit dengan dana pihak ketiga. Total kredit yang dimaksud adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada bank lain). Dana pihak ketiga yang dimaksud yaitu antara lain giro, tabungan dan deposito (tidak termasuk antarbank). Standar terbaik LDR adalah diatas 85%. Untuk dapat memperoleh LDR yang optimum, bank tetap harus menjaga NPL.
      LDR berpengaruh terhadap Earning After Tax (EAT), apabila LDR besar maka EAT besar. LDR bergantung pada manajemen bank. Besar LDR bank tidak sama. Hubungan LDR dengan EAT bersifat bebas, tidak autokorelasi. Semakin besar LDR semakin besar potensi mencapai EAT, sejauh NPL bisa ditekan (Agus Suyono, 2005).
C.       Capital Adequacy Ratio (CAR)
      CAR adalah rasio atau perbandingan antara modal bank dengan aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR). CAR menjadi pedoman bank dalam melakukan ekspansi di bidang perkreditan. Dalam prakteknya perhitungan CAR yang oleh Bank Indonesia disebut Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank (KPMM) tidaklah sederhana. KPMM adalah perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Baik ATMR maupun Modal Bank memerlukan rincian dan kesamaan pengertian apa yang masuk sebagai komponen untuk menghitung ATMR dan bagaimana menghitungnya. Begitu juga Modal, perlu dirinci apa yang dapat digolongkan dan diperhitungkan sebagai Modal Bank. Petunjuk mengenai hal ini diatur dasar-dasarnya oleh Bank Indonesia melalui ketentuan SE BI No. 26/1/BPPP tanggal 29 Mei 1993. Mengenai pengertian dan perincian modal yang terdiri dari Modal Inti dan Modal Pelengkap, telah dilakukan penyempurnaan oleh BI melalui Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001, dengan berpedoman kepada ketentuan sebelumnya sebagai berikut (Z. Dunil, 2005) :
1.        Di dalam perhitungan laba tidak termasuk pengakuan laba karena penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan.
2.        Di dalam komponen modal yang disetor tidak termasuk pengakuan modal yang dipesan yang berasal dari piutang kepada Pemegang Saham sebagaimana ditetapkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 21 tentang akuntansi ekuitas.
3.        Yang dimaksud dengan dana setoran modal adalah dana yang sudah disetor penuh untuk  tujuan penambahan modal namun belum didukung dengan kelengkapan persyaratan untuk dapat dgolongkan sebagai modal disetor seperti pelaksanaan rapat umum pemegang saham maupun pengesahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang. Untuk dapat digolongkan sebagai Dana Setoran Modal maka dana tersebut harus ditempatkan pada rekening khusus (escrow account) dan penggunaannya harus dengan persetujuan Bank Indonesia.
4.        Cadangan Revaluasi Aktiva Tetap tidak dapat dikapitalisir ke dalam modal disetor dan dibagikan sebagai saham bonus dan atau deviden. Kekurangan Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif oleh Bank merupakan komponen biaya pada laba tahun berjalan.
5.        Yang dimasukkan ke dalam komponen laba tahun lalu dan tahun berjalan adalah jumlah setelah diperhitungkan taksiran pajak kecuali apabila Bank diperkenankan  mengkompensasi kerugian sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
6.        Peningkatan atau penurunan harga saham pada portofolio yang tersedia untuk dijual merupakan selisih antara harga pasar dengan nilai perolehan atas penyertaan Bank pada perusahaan yang sahamnya tercatat di Pasar Modal.
D.       Perhitungan Legal Lending Limit (LLL)
      Faktor Permodalan (Capital), Kualitas Aktiva Produktif (Asset), Manajemen, Rentabilitas (Earning) dan Likuiditas. Analisis ini dikenal dengan istilah Analisis CAMEL
·         Aspek Permodalan (Capital)
      Penilaian pertama adalah aspek permodalan, dimana aspek ini menilai permodalan yang dimiliki bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan paa CAR (Capital Adequacy Ratio) yang ditetapkan BI, yaitu perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.
·         Aspek Kualitas Aktiva Produktif (Asset)
      Aktiva produktif atau Productive Assets atau sering disebut dengan Earning Assets adalah semua aktiva yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya.
·         Aspek Kualitas Manajemen (Management)
      Aspek ketiga penilaian kesehatan bank meliputi kualitas manajemen bank. Untuk menilai kualitas manajemen akan mengajukan 250 pertanyaan yang menyangkut manajemen bank yang ebrsangkutan. Kualitas ini juga akan melihat dari segi pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam menangani bebagai kasus yang terjadi.
·         Aspek Rentabilitas (Earning)
      Penilaian aspek ini diguankan untuk mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan, juga untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Penilaian ini meliputi ROA atau Rasio Laba terhadap Total Aset, dan Perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional (BOPO).
·         Aspek Likuiditas (Likuidity)
      Aspek kelima adapah penilaian terhadap aspek likuiditas bank. Suatu bank dukatakan likuid, apabila bank yangbersangkutan mampu membayar semua hutangnya, terutama hutang-hutang jangka pendek. Selain itu juga bank harus mampu memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai.
E.       Non Performing Loan (NPL)
      Yang dimaksud dengan NPL adalah debitur atau kelompok debitur yang masuk dalam golongan 3, 4, 5 dari 5 golongan kredit yaitu debitur yang kurang lancar, diragukan dan macet. Hendaknya selalu diingat bahwa perubahan pengolongan kredit dari kredit lancar menjadi NPL adalah secara bertahap melalui proses penurunan kualitas kredit (Z. Dunil, 2005).
      Salah satu resiko yang muncul akibat semakin kompleknya kegiatan perbankan adalah munculnya non performing loan (NPL) yang semakin besar. Atau dengan kata lain semakin besar skala operasi suatu bank maka aspek pengawasan semakin menurun, sehingga NPL semakin besar atau resiko kredit semakin besar (Wisnu Mawardi, 2005). NPL adalah rasio kredit bermasalah dengan total kredit. NPL yang baik adalah NPL yang memiliki nilai dibawah 5%. NPL mencerminkan risiko kredit, semakin kecil NPL semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung bank. Bank dengan NPL yang tinggi akan memperbesar biaya baik pencadangan aktiva produktif maupun biaya lainnya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank (Wisnu Mawardi, 2005).
      Kredit yang masuk ke dalam kualitas kredit kurang lancar, diragukan dan macet berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia (SE No. 7/3/DPNP). NPL yang digunakan dalam penelitian ini merupakan angka perubahan NPL bulan Desember 2008 dan Januari 2009, dengan kategori 1 = meningkat, 0 = menurun atau tetap.
      Variabel Kebijakan Bank Indonesia (KBI) mempengaruhi NPL secara signifikan. KBI No. 7 Tahun 2005 menyebutkan bahwa adanya pengharusan dilakukannya penyeragaman penilaian dan pengategorian kualitas aktiva produktif oleh bank. Hasil pengolahan nilai signifikansi variabel KBI adalah 0,016. Hal ini berarti KBI signifikan mempengaruhi NPL pada tingkat kepercayaan 95% karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 dan terjadi perbedaan yang nyata antara NPL setelah diterapkannya KBI dengan NPL sebelum diterapkannya KBI.
F.        Net Interest Margin (NIM)
      NIM merupakan perbandingan antara pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata aktiva produktif. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Aktiva produktif yang diperhitungkan adalah aktiva produktif yang menghasilkan bunga (interest bearing assets). Menurut Peraturan Bank Indonesia nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang dimaksud dengan aktiva produktif adalah penyediaan dana bank untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali, (reverse repurchase agreement),  tagihan derivatif, penyertaan, transaksi rekening administratif serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Oleh karennya bank wajib menjaga selalu kualitas aktiva produktifnya dan melaporkan perkembangannya ke Bank Indonesia secara berkala.
      Selain menjaga kualitas aktiva produktifnya, untuk menjaga posisi NIM perlu memperhatikan perubahan suku bunga. Dalam mencapai keuntungan yang maksimal selalu ada risiko yang sepadan, semakin tinggi keuntungannya semakin besar risiko yang dihadapi. Yang dalam perbankan sangat dipengaruhi oleh besarnya suku bunga (interest rate). Peningkatan keuntungan dalam kaitannya dengan perubahan suku bunga sering disebut NIM (Net Interest Margin), yaitu selisih pendapatan bunga dengan biaya bunga (Indira Januarti, 2002).
      Ukuran perbedaan antara bunga pendapatan yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka (misalnya, deposito), relatif terhadap jumlah mereka (bunga produktif ) aset. Hal ini mirip dengan margin kotor perusahaan non-finansial.
      Hal ini biasanya dinyatakan sebagai persentase dari apa lembaga keuangan memperoleh pinjaman dalam periode waktu dan aset lainnya dikurangi bunga yang dibayar atas dana pinjaman dibagi dengan jumlah rata-rata atas aktiva tetap pada pendapatan yang diperoleh dalam jangka waktu tersebut (yang produktif rata-rata aktiva).

II.                Tingkat Kesehatan Bank
      Kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal & mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dan sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.  Suatu Bank Harus Diawasi  karena fungsi Bank Sebagai Lembaga Intermediasi, Fungsi Memperlancar Sistem Pembayaran,  Lembaga Perantara Kebijakan Moneter
      Strategi Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia diantaranya :
1.    Pengawasan Normal (Rutin) .
Bank yang memenuhi kriteria tidak  memiliki potensi atau tidak  membahayakan  kelangsungan usahanya
2.    Pengawasan Intensif
Bank memiliki potensi kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya.
o   Bank melaporkan hal-hal tertentu kepada BI
o   Pembaharuan rencana kerja terhadap sasaran yang akan dicapai.
o   Meyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi.
o   Menempatkan pengawas atau pemeriksa BI          pada bank(bila diperlukan)
3.    Pengawasan Khusus
Bank yang mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya :
o   Memerintahkan bank untuk mengajukan rencana perbaikan permodalan (tertulis)
o   Memerintahkan bank untuk memenuhi kewajiban melaksanakan tindakan perbaikan
Hasil Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum :


Manfaat Penilaian Kesehatan
  1. Bank : salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha
  2. BI : pengawasan

FAKTOR-FAKTOR PENILAIAN (CAMELS)
A.                 Penilaian Permodalan (Capital)
Penilaian pertama adalah aspek permodalan, dimana aspek ini menilai permodalan yang dimiliki bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan paa CAR (Capital Adequacy Ratio) yang ditetapkan BI, yaitu perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.  
Kecukupan pemenuhan ”Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum” (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku  


Komposisi permodalan =
Tier1
Tier1 + Tier 2

Tier1: Moda inti          Tier2 : Modal pelengkap           Tier3 : Modal pelengkap tambahan
Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan (AYPD) dibandingkan modal bank
o   25% : dalam perhatian khusus
o   50% : kurang lancar
o   75% : diragukan
o   100% : macet
Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan)

Devidend Pay Out Ratio =
Devidend yang dibagikan
Laba setelah pajak

Retention Rate  =
Laba ditahan
Modal rata-rata


B.                 Penilaian Kualitas Aset (Asset Quality)
Aktiva produktif atau Productive Assets atau sering disebut dengan Earning Assets adalah semua aktiva yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya. Ada empat macam jenis aktiva produktif yaitu :
a. Kredit yang diberikan
b. Surat berharga
c. Penempatan dana pada bank lain
d. Penyertaan
Penilaian aset, sesuai dengan Peraturan BI adalah dengan membandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Selain itu juga rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan. Klasifikasi aktiva produktif merupakan aktiva produktif yang telah dilihat kolektabilitasnya, yaitu lancar, kurang lancar, diragukan dan macet.
C.                 Penilaian Manajemen (Management)
Aspek ketiga penilaian kesehatan bank meliputi kualitas manajemen bank. Untuk menilai kualitas manajemen akan mengajukan 250 pertanyaan yang menyangkut manajemen bank yang ebrsangkutan. Kualitas ini juga akan melihat dari segi pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam menangani bebagai kasus yang terjadi.
D.                 Penilaian Rentabilitas (Earnings)
Penilaian aspek ini diguankan untuk mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan, juga untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Penilaian ini meliputi ROA atau Rasio Laba terhadap Total Aset, dan Perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional (BOPO)
-        ROA (Return On Asset), ROE (Return On Equity), NIM (Net Interest Margin)
-        BOPO (Biaya Operasional Pendapatan Operasional)
-        Pertumbuhan laba usaha : Pendapatan operasional- Biaya operasional
-        Komposisi portofolio aktiva produktif & diversifikasi pendapatan
-        Fee Based Income Ratio
-        Penerapan prinsip aktiva dalam pengakuan pendapatan & biaya
-        Prospek laba operasional
E.                 Penilaian Aspek Likuiditas (Likuidity)
Aspek kelima adapah penilaian terhadap aspek likuiditas bank. Suatu bank dikatakan likuid, apabila bank yangbersangkutan mampu membayar semua hutangnya, terutama hutang-hutang jangka pendek. Selain itu juga bank harus mampu memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai.
Penilaian dalam aspek ini meliputi :
a.       Rasio kewajiban bersih Call Money terhadap Aktiva Lancar
b.      Rasio kredit terhadap dana yang diterima oelh bank seperti KLBI, Giro, Tabungan, deposito dan lain-lain.
F.                  Penilaian Sensitivity Of Risk
Penilaian terhadap faktor sensitivitas terhadap risiko pasar meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a.       kemampuan modal Bank dalam mengcover potensi kerugian sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga dan nilai tukar;
b.      kecukupan penerapan manajemen risiko pasar.
Untuk penetapan peringkat setiap komponen dilakukan perhitungan dan analisis dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan atau pembanding yang relevan dengan mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari setiap komponen yang dinilai.
Berdasarkan hasil penetapan peringkat setiap faktor ditetapkan Peringkat Komposit (composite rating) sebagai berikut:
a.      Peringkat Komposit 1 (PK-1), mencerminkan bahwa Bank tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan;
b.      Peringkat Komposit 2 (PK-2), mencerminkan bahwa Bank tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan namun Bank masih memiliki kelemahan-kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin;
c.      Peringkat Komposit 3 (PK-3), mencerminkan bahwa Bank tergolong cukup baik namun terdapat beberapa kelemahan yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila Bank tidak segera melakukan tindakan korektif;
d.     Peringkat Komposit 4 (PK-4), mencerminkan bahwa Bank tergolong kurang baik dan sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan atau Bank memiliki kelemahan keuangan yang serius atau kombinasi dari kondisi beberapa faktor yang tidak memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan korektif yang efektif berpotensi mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.
e.      Peringkat Komposit 5 (PK-5), mencerminkan bahwa Bank tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan serta mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.




Sumber sumber :

Tidak ada komentar: