I.
Pengenalan Rasio Keuangan
Bank
Analisis
rasio keuangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh gambaran perkembangan
finansial dan posisi finansial perusahaan. Analisis rasio keuangan berguna
sebagai analisis intern bagi manajemen perusahaan untuk mengetahui hasil
finansial yang telah dicapai guna perencanaan yang akan datang dan juga untuk
analisis intern bagi kreditor dan investor untuk menetukan kebijakan pemberian
kredit dan penanaman modal suatu perusahaan (Bahtiar Usman, 2003).
Analisis
rasio merupakan salah satu alat analisis keuangan yang banyak digunakan. Rasio merupakan
alat untuk menyediakan pandangan terhadap kondisi yang mendasari. Rasio
merupakan salah satu titik awal, bukan titik akhir. Rasio yang
diinterprestasikan dengan tepat mengidentifikasi area yang memerlukan
investigasi lebih lanjut. Analisa rasio dapat mengungkapkan hubungan penting dan
menjadi dasar perbandingan dalam menemukan kondisi dan tren yang sulit untuk
dideteksi dengan mempelajari masing-masing komponen yang membentuk rasio. Seperti
alat analisis lainnya, rasio paling bermanfaat bila berorientasi ke depan. Hal
ini berarti kita sering menyesuaikan faktor-faktor yang mempengaruhi rasio
untuk kemungkinan tren dan ukurannya di masa depan. Kita juga harus menilai
faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi rasio di masa depan. Karenanya, kegunaan
rasio tergantung pada keahlian penerapan dan interprestasinya dan inilah bagian
yang paling menantang dari analisis rasio (Wild, Subramanyam, Halsey, 2005).
Analisis
rasio keuangan memberikan kerangka hubungan antar pos-pos neraca dan
perhitungan laba rugi, memungkinkan seseorang menelusuri sejarah suatu
perusahaan dan menilai posisi keuangannya saat ini, serta memungkinkan bagi manajer keuangan memperkirakan reaksi kreditur atau investor
terhadap keadaan keuangan perusahaan dan dengan demikian dapat mancari
cara-cara yang tepat untuk mendapatkan dana. (S. Munawir (2007:65) )
A.
Legal Reserve Requipment
(LRR)
Ketentuan
bagi setiap bank umum untuk menysihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang
berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum berupa rekening giro bank
yang bersangkutan pada bank Indonesia.
B.
Loan to deposit Ratio
(LDR)
LDR
merupakan rasio yang mengukur kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban keuangan
yang harus dipenuhi. Kewajiban tersebut berupa call money yang harus dipenuhi
pada saat adanya kewajiban kliring, dimana pemenuhannya dilakukan dari aktiva
lancar yang dimiliki perusahaan (Agus Suyono, 2005). LDR dihitung dari
perbandingan antara total kredit dengan dana pihak ketiga. Total kredit yang
dimaksud adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk
kredit kepada bank lain). Dana pihak ketiga yang dimaksud yaitu antara lain
giro, tabungan dan deposito (tidak termasuk antarbank). Standar terbaik LDR
adalah diatas 85%. Untuk dapat memperoleh LDR yang optimum, bank tetap harus
menjaga NPL.
LDR
berpengaruh terhadap Earning After Tax (EAT), apabila LDR besar maka EAT besar.
LDR bergantung pada manajemen bank. Besar LDR bank tidak sama. Hubungan LDR
dengan EAT bersifat bebas, tidak autokorelasi. Semakin besar LDR semakin besar
potensi mencapai EAT, sejauh NPL bisa ditekan (Agus Suyono, 2005).
C.
Capital Adequacy Ratio
(CAR)
CAR
adalah rasio atau perbandingan antara modal bank dengan aktiva tertimbang
menurut resiko (ATMR). CAR menjadi pedoman bank dalam melakukan ekspansi di
bidang perkreditan. Dalam prakteknya perhitungan CAR yang oleh Bank Indonesia
disebut Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank (KPMM) tidaklah sederhana. KPMM
adalah perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
(ATMR). Baik ATMR maupun Modal Bank memerlukan rincian dan kesamaan pengertian
apa yang masuk sebagai komponen untuk menghitung ATMR dan bagaimana
menghitungnya. Begitu juga Modal, perlu dirinci apa yang dapat digolongkan dan diperhitungkan
sebagai Modal Bank. Petunjuk mengenai hal ini diatur dasar-dasarnya oleh Bank Indonesia
melalui ketentuan SE BI No. 26/1/BPPP tanggal 29 Mei 1993. Mengenai pengertian
dan perincian modal yang terdiri dari Modal Inti dan Modal Pelengkap, telah
dilakukan penyempurnaan oleh BI melalui Surat Edaran Bank Indonesia No.
3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001, dengan berpedoman kepada ketentuan
sebelumnya sebagai berikut (Z. Dunil, 2005) :
1.
Di dalam perhitungan laba tidak termasuk pengakuan laba karena penerapan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak
Penghasilan.
2.
Di dalam komponen modal yang disetor tidak termasuk pengakuan modal yang
dipesan yang berasal dari piutang kepada Pemegang Saham sebagaimana ditetapkan
dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 21 tentang akuntansi
ekuitas.
3.
Yang dimaksud dengan dana setoran modal adalah dana yang sudah disetor
penuh untuk tujuan penambahan modal namun
belum didukung dengan kelengkapan persyaratan untuk dapat dgolongkan sebagai
modal disetor seperti pelaksanaan rapat umum pemegang saham maupun pengesahan
anggaran dasar dari instansi yang berwenang. Untuk dapat digolongkan sebagai
Dana Setoran Modal maka dana tersebut harus ditempatkan pada rekening khusus (escrow
account) dan penggunaannya harus dengan persetujuan Bank Indonesia.
4.
Cadangan Revaluasi Aktiva Tetap tidak dapat dikapitalisir ke dalam modal
disetor dan dibagikan sebagai saham bonus dan atau deviden. Kekurangan
Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif oleh Bank merupakan komponen biaya pada
laba tahun berjalan.
5.
Yang dimasukkan ke dalam komponen laba tahun lalu dan tahun berjalan adalah
jumlah setelah diperhitungkan taksiran pajak kecuali apabila Bank diperkenankan
mengkompensasi kerugian sesuai ketentuan
perpajakan yang berlaku.
6.
Peningkatan atau penurunan harga saham pada portofolio yang tersedia untuk
dijual merupakan selisih antara harga pasar dengan nilai perolehan atas
penyertaan Bank pada perusahaan yang sahamnya tercatat di Pasar Modal.
D.
Perhitungan Legal Lending
Limit (LLL)
Faktor
Permodalan (Capital), Kualitas Aktiva Produktif (Asset), Manajemen,
Rentabilitas (Earning) dan Likuiditas. Analisis ini dikenal dengan istilah
Analisis CAMEL
·
Aspek Permodalan (Capital)
Penilaian
pertama adalah aspek permodalan, dimana aspek ini menilai permodalan yang
dimiliki bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank.
Penilaian tersebut didasarkan paa CAR (Capital Adequacy Ratio) yang ditetapkan
BI, yaitu perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.
·
Aspek Kualitas Aktiva
Produktif (Asset)
Aktiva
produktif atau Productive Assets atau sering disebut dengan Earning Assets
adalah semua aktiva yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat
memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya.
·
Aspek Kualitas Manajemen
(Management)
Aspek
ketiga penilaian kesehatan bank meliputi kualitas manajemen bank. Untuk menilai
kualitas manajemen akan mengajukan 250 pertanyaan yang menyangkut manajemen
bank yang ebrsangkutan. Kualitas ini juga akan melihat dari segi pendidikan
serta pengalaman para karyawannya dalam menangani bebagai kasus yang terjadi.
·
Aspek Rentabilitas
(Earning)
Penilaian
aspek ini diguankan untuk mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan
keuntungan, juga untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang
dicapai bank yang bersangkutan. Penilaian ini meliputi ROA atau Rasio Laba
terhadap Total Aset, dan Perbandingan antara biaya operasional dengan
pendapatan operasional (BOPO).
·
Aspek Likuiditas
(Likuidity)
Aspek
kelima adapah penilaian terhadap aspek likuiditas bank. Suatu bank dukatakan
likuid, apabila bank yangbersangkutan mampu membayar semua hutangnya, terutama
hutang-hutang jangka pendek. Selain itu juga bank harus mampu memenuhi semua
permohonan kredit yang layak dibiayai.
E.
Non Performing Loan (NPL)
Yang
dimaksud dengan NPL adalah debitur atau kelompok debitur yang masuk dalam
golongan 3, 4, 5 dari 5 golongan kredit yaitu debitur yang kurang lancar,
diragukan dan macet. Hendaknya selalu diingat bahwa perubahan pengolongan
kredit dari kredit lancar menjadi NPL adalah secara bertahap melalui proses
penurunan kualitas kredit (Z. Dunil, 2005).
Salah
satu resiko yang muncul akibat semakin kompleknya kegiatan perbankan adalah munculnya
non performing loan (NPL) yang semakin besar. Atau dengan kata lain semakin
besar skala operasi suatu bank maka aspek pengawasan semakin menurun, sehingga
NPL semakin besar atau resiko kredit semakin besar (Wisnu Mawardi, 2005). NPL
adalah rasio kredit bermasalah dengan total kredit. NPL yang baik adalah NPL
yang memiliki nilai dibawah 5%. NPL mencerminkan risiko kredit, semakin kecil
NPL semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung bank. Bank dengan NPL yang
tinggi akan memperbesar biaya baik pencadangan aktiva produktif maupun biaya
lainnya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank (Wisnu Mawardi, 2005).
Kredit
yang masuk ke dalam kualitas kredit kurang lancar, diragukan dan macet
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia (SE No.
7/3/DPNP). NPL yang digunakan dalam penelitian ini merupakan angka perubahan
NPL bulan Desember 2008 dan Januari 2009, dengan kategori 1 = meningkat, 0 =
menurun atau tetap.
Variabel
Kebijakan Bank Indonesia (KBI) mempengaruhi NPL secara signifikan. KBI No. 7
Tahun 2005 menyebutkan bahwa adanya pengharusan dilakukannya penyeragaman
penilaian dan pengategorian kualitas aktiva produktif oleh bank. Hasil
pengolahan nilai signifikansi variabel KBI adalah 0,016. Hal ini berarti KBI
signifikan mempengaruhi NPL pada tingkat kepercayaan 95% karena nilai
signifikansi lebih kecil dari 0,05 dan terjadi perbedaan yang nyata antara NPL
setelah diterapkannya KBI dengan NPL sebelum diterapkannya KBI.
F.
Net Interest Margin (NIM)
NIM
merupakan perbandingan antara pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata aktiva
produktif. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari
pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Aktiva produktif yang diperhitungkan
adalah aktiva produktif yang menghasilkan bunga (interest bearing assets). Menurut
Peraturan Bank Indonesia nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva
Bank Umum yang dimaksud dengan aktiva produktif adalah penyediaan dana bank
untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan
dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli
dengan janji dijual kembali, (reverse repurchase agreement), tagihan derivatif, penyertaan, transaksi
rekening administratif serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat
dipersamakan dengan itu. Oleh karennya bank wajib menjaga selalu kualitas
aktiva produktifnya dan melaporkan perkembangannya ke Bank Indonesia secara
berkala.
Selain menjaga kualitas aktiva
produktifnya, untuk menjaga posisi NIM perlu memperhatikan perubahan suku
bunga. Dalam mencapai keuntungan yang maksimal selalu ada risiko yang sepadan, semakin
tinggi keuntungannya semakin besar risiko yang dihadapi. Yang dalam perbankan
sangat dipengaruhi oleh besarnya suku bunga (interest rate). Peningkatan
keuntungan dalam kaitannya dengan perubahan suku bunga sering disebut NIM (Net
Interest Margin), yaitu selisih pendapatan bunga dengan biaya bunga (Indira
Januarti, 2002).
Ukuran perbedaan antara bunga
pendapatan yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai bunga
yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka (misalnya, deposito), relatif
terhadap jumlah mereka (bunga produktif ) aset. Hal ini mirip dengan margin
kotor perusahaan non-finansial.
Hal ini biasanya dinyatakan
sebagai persentase dari apa lembaga keuangan memperoleh pinjaman dalam periode
waktu dan aset lainnya dikurangi bunga yang dibayar atas dana pinjaman dibagi
dengan jumlah rata-rata atas aktiva tetap pada pendapatan yang diperoleh dalam
jangka waktu tersebut (yang produktif rata-rata aktiva).
II.
Tingkat Kesehatan Bank
Kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan
operasional perbankan secara normal & mampu memenuhi semua kewajibannya
dengan baik dan sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Suatu Bank Harus Diawasi karena fungsi Bank Sebagai Lembaga Intermediasi,
Fungsi Memperlancar Sistem Pembayaran, Lembaga
Perantara Kebijakan Moneter
Strategi Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia diantaranya
:
1.
Pengawasan
Normal (Rutin) .
Bank yang memenuhi kriteria tidak memiliki potensi atau tidak membahayakan kelangsungan usahanya
2.
Pengawasan
Intensif
Bank memiliki potensi kesulitan yang dapat membahayakan
kelangsungan usahanya.
o
Bank melaporkan hal-hal tertentu kepada
BI
o
Pembaharuan rencana kerja terhadap
sasaran yang akan dicapai.
o
Meyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah
yang dihadapi.
o
Menempatkan pengawas atau pemeriksa BI pada bank(bila diperlukan)
3.
Pengawasan
Khusus
Bank yang mengalami kesulitan yang membahayakan
kelangsungan usahanya :
o
Memerintahkan bank untuk mengajukan rencana
perbaikan permodalan (tertulis)
o
Memerintahkan bank untuk memenuhi kewajiban
melaksanakan tindakan perbaikan
Hasil
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum :
Manfaat Penilaian Kesehatan
- Bank : salah satu sarana dalam
menetapkan strategi usaha
- BI : pengawasan
FAKTOR-FAKTOR PENILAIAN (CAMELS)
A.
Penilaian
Permodalan
(Capital)
Penilaian pertama adalah aspek permodalan, dimana
aspek ini menilai permodalan yang dimiliki
bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan paa CAR (Capital Adequacy
Ratio) yang ditetapkan BI, yaitu perbandingan antara Modal
dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.
Kecukupan pemenuhan ”Kewajiban Pemenuhan Modal
Minimum” (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku
Komposisi permodalan =
|
Tier1
|
Tier1 + Tier 2
|
Tier1: Moda
inti Tier2 : Modal pelengkap Tier3 : Modal pelengkap tambahan
Aktiva
Produktif yang Diklasifikasikan (AYPD) dibandingkan modal bank
o
25% : dalam perhatian khusus
o
50% : kurang lancar
o
75% : diragukan
o
100% : macet
Kemampuan
bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba
ditahan)
Devidend Pay
Out Ratio =
|
Devidend yang
dibagikan
|
Laba setelah
pajak
|
Retention Rate =
|
Laba ditahan
|
Modal rata-rata
|
B.
Penilaian
Kualitas
Aset (Asset Quality)
Aktiva produktif atau Productive Assets atau sering
disebut dengan Earning Assets adalah semua aktiva yang dimiliki oleh bank
dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya. Ada
empat macam jenis aktiva produktif yaitu :
a. Kredit yang diberikan
b. Surat berharga
c. Penempatan dana pada bank lain
d. Penyertaan
Penilaian aset, sesuai dengan Peraturan BI adalah dengan
membandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva
produktif. Selain itu juga rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif
terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan. Klasifikasi aktiva produktif
merupakan aktiva produktif yang telah dilihat kolektabilitasnya, yaitu lancar,
kurang lancar, diragukan dan macet.
C.
Penilaian
Manajemen
(Management)
Aspek ketiga penilaian kesehatan bank meliputi
kualitas manajemen bank. Untuk menilai kualitas
manajemen akan mengajukan 250 pertanyaan yang menyangkut manajemen bank yang ebrsangkutan. Kualitas ini juga akan melihat
dari segi pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam
menangani bebagai kasus yang terjadi.
D.
Penilaian
Rentabilitas
(Earnings)
Penilaian aspek ini diguankan untuk mengukur kemampuan bank
dalam meningkatkan keuntungan, juga untuk
mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank
yang bersangkutan. Penilaian ini meliputi ROA atau Rasio Laba terhadap Total Aset,
dan Perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional (BOPO)
-
ROA (Return On Asset), ROE (Return On Equity), NIM (Net
Interest Margin)
-
BOPO (Biaya Operasional Pendapatan
Operasional)
-
Pertumbuhan laba usaha : Pendapatan
operasional- Biaya operasional
-
Komposisi portofolio aktiva produktif
& diversifikasi pendapatan
-
Fee Based Income Ratio
-
Penerapan prinsip aktiva dalam pengakuan
pendapatan & biaya
-
Prospek laba operasional
E.
Penilaian
Aspek
Likuiditas (Likuidity)
Aspek kelima adapah penilaian terhadap aspek likuiditas
bank. Suatu bank dikatakan likuid, apabila bank yangbersangkutan mampu membayar
semua hutangnya, terutama hutang-hutang jangka pendek. Selain itu juga bank
harus mampu memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai.
Penilaian dalam aspek ini meliputi :
a.
Rasio kewajiban bersih Call Money
terhadap Aktiva Lancar
b.
Rasio kredit terhadap dana yang diterima
oelh bank seperti KLBI, Giro, Tabungan, deposito dan lain-lain.
F.
Penilaian
Sensitivity
Of Risk
Penilaian
terhadap faktor sensitivitas terhadap risiko pasar meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a.
kemampuan
modal Bank dalam mengcover potensi kerugian sebagai akibat fluktuasi (adverse
movement) suku bunga dan nilai tukar;
b.
kecukupan
penerapan manajemen risiko pasar.
Untuk penetapan
peringkat setiap komponen dilakukan perhitungan dan analisis dengan
mempertimbangkan indikator pendukung dan atau pembanding yang relevan dengan
mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan
signifikansi dari setiap komponen yang dinilai.
Berdasarkan hasil
penetapan peringkat setiap faktor ditetapkan Peringkat Komposit (composite
rating) sebagai berikut:
a. Peringkat Komposit 1 (PK-1), mencerminkan bahwa Bank tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh
negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan;
b. Peringkat Komposit 2 (PK-2), mencerminkan bahwa Bank tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh
negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan namun Bank masih memiliki
kelemahan-kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin;
c. Peringkat Komposit 3 (PK-3), mencerminkan bahwa Bank tergolong cukup baik namun terdapat beberapa kelemahan
yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila Bank tidak segera
melakukan tindakan korektif;
d. Peringkat Komposit 4 (PK-4), mencerminkan bahwa Bank tergolong kurang baik dan sensitif terhadap
pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan atau Bank memiliki
kelemahan keuangan yang serius atau kombinasi dari kondisi beberapa faktor yang
tidak memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan korektif yang efektif
berpotensi mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.
e. Peringkat Komposit 5 (PK-5), mencerminkan bahwa Bank tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap
pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan serta mengalami
kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.
Sumber
sumber :
- http://masitharubbi.blogspot.com/2013/05/bab-9-pengenalan-rasio-keuangan-bank.html
- eprints.undip.ac.id/17628/1/Ponttie_Prasnanugraha.pdf
- kartika.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/3451/Materi+7+Camel.pdf
- http://s3ventyfour.wordpress.com/2013/05/13/tingkat-kesehatan-bank/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar