7.1.Teknologi Sistem Informasi Perbankan
Penerapan
teknologi komputer dan telekomunikasi di perbankan merupakan fenomena yang
berkembang sangat luas dan cepat di perbankan nasional. Istilah ini mengacu ke
ketentuan mengenai penggunaan Teknologi Sistem Informasi (TSI) oleh bank yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
Keberhasilan
bank akan sangat ditentukan kualitas kinerja TSI, yang akan terus dikembangkan
secara luas untuk memenuhi kepentingan bisnis bank dan nasabahnya.
Kecenderungan proses otomatisasi ini akan terus berlanjut di tahun-tahun
mendatang, seiring dengan perkembangan perbankan nasional sebagai lembaga
kepercayaan masyarakat dalam menjalankan fungsi sebagai perantara keuangan
(financial intermediary).
7.2.Perkembangan Teknologi Komputer Di Perbankan.
Semakin
majunya teknologi di dunia transaksi perbankanpun mulai mengunakan teknologi
berbasis komputer untuk mempermudah transaksi dengan nasabah. yang tadinya
melayani nasabah dengan harus bertemu / nasabah datang ke cabang2 bank yang
disediakan oleh bank yang dia gunakan untuk menabung/infertasi menjadi lebih
mudah karena bank mulai mengunakan teknoligi berbasis komputer dan sekarang
sudah bisa mengakses lewat internet bahkan dengan mobile “HP” dengan SMS sudah
banyak diterapkan bank.
Dalam dunia
perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah
strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses
inovasi produk dan jasa seperti :
- Adanya
transaksi berupa Transfer uang via mobile maupun via teller.
- Adanya
ATM ( Auto Teller Machine ) pengambilan uang secara cash secara 24 jam.
-
Penggunaan Database di bank – bank.
-
Sinkronisasi data – data pada Kantor Cabang dengan Kantor Pusat Bank.
Dengan
adanya jaringan computer hubungan atau komunikasi kita dengan klien jadi lebih
hemat, efisien dan cepat. Contohnya : email, teleconference.
Sedangkan
di rumah dapat berkomunikasi dengan pengguna lain untuk menjalin silaturahmi
(chatting), dan sebagai hiburan dapat digunakan untuk bermain game online,
sharing file. Apabila kita mempunyai lebih dari satu komputer, kita bisa
terhubung dengan internet melalui satu jaringan. Contohnya seperti di warnet
atau rumah yang memiliki banyak kamar dan terdapat setiap komputer di dalamnya.
Pada dunia
perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah
strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses
inovasi produk dan jasa. Seperti halnya pelayanan electronic transaction
(e-banking) melalui ATM, phone banking dan Internet Banking misalnya, merupakan
bentuk-bentuk baru dari pelayanan bank yang mengubah pelayanan transaksi manual
menjadi pelayanan transaksi yang berdasarkan teknologi.
7.3.Kriteria Pemilihan Teknologi Perangkat Lunak Perbankan.
Lembaga
keuangan di Indonesia, termasuk bank, sudah lebih cepat dan intensif
dibandingkan sector atau jenis industri lainnya dalam menerapkan teknologi
computer dalam memberikan pelayanannya ke nasabah. Jasa-jas ini meliputi
pembayaran komputerisasi (pemindahan dana melalui computer dengan fasilitas
jaringan komunikasi datanya); jasa penyetoran dan pengambilan dana secara
otomatis melalui ATM atau berbagai jenis kartu plastic; homebanking dan
internet banking serta fasilitas pelayanan lainnya. Beberapa contoh jenis
teknologi computer tersebut diantaranya mesin Automated Teller Machine (ATM),
berbagai jenis kartu kredit, Point of sales (POS), electronic fund transfer
system, dan otomatisasi kliring.
Fungsi
teknologi informasi (TI) telah mengalami perubahan dan perkembangan pesat pada
decade terakhir ini. Fungsi TI yang semakin khusus mendorong setiap bank untuk
membentuk bagian, departemen, atau unit kerja khusus tersendiri. Walaupun
struktur tersebut tergantung pada berbagai factor misalnya skla bisnis dan
beban kerja, tetapi unit kerja tersebut mencerminkan 2 aspek kegiatan yaitu
aspek pengembangan teknologi dan aspek operasionalnya.
Fasilitas
pengolahan data yang tersedia di bank saat ini merupakan hasil kemajuan
teknologi dan kebutuhan untuk menjalankan operasi secara sistematis dan baik sesuai
dengan aliran masuk dan keluar dana bank. Fasilitas tersebut berfungsi untuk
menangani, memilih, menghitung, menyusun, melaporkan, dan mengirimkan
informasi. Jadi penggunaan TI di bank dimaksud adalah untuk meningkatkan
efektifitas dan efisiensi pengelolaan data kegiatan usaha perbankan sehingga
dapat memberikan hasil yang akurat, benar, tepat waktu, dan dapat menjamin
kerahasiaan informasi (sesuai peraturan Bank Indonesia).
Fungsi TSI
yang tepat tidak terlepas dari criteria pemilihan jenis teknologi yang akan
digunakan oleh bank. Sistem aplikasi computer yang digunakan di bidang
perbankan harus bisa mengakomodasikan semua kebutuhan bank dan sesuai dengan
ketentuan otoritas moneter (salam hal ini adalah Bank Indonesia). Hal ini
memerlukan pemilihan software computer mengingat jenis software yang ada dan
ditawarkan di pasar relative banyak. Secara umum pemilihan ini berdasarkan
kesesuaian antara kapasita bank dengan fasilitas atau kemampuan software yang
akan dipilih sehingga investasi yang telah dikeluarkan benar-benar efektif dan
memberikan nilai tambah terhadap bank.
Sebagai
contoh, Bank yang kapasitasnya relative kecil, misalnya Bank Perkreditan Rakyat
atau BPR kurang relevan bila menggunakan system aplikasi computer yang
menyediakan fasilitas transaksi dalam valuta asing atau pengelolaan giro. Hal
ini menginbgat bahwa BPR tidak boleh melakukan transaksi dalam valuta asing dan
tidak ikut dalam lalu lintas pembayaran giral. Penggunaan software tersebut
menjadi tidak efisien dan biaya investasinya lebih besar dibandingkan dengan
nilai tambah yang dihasilkannya.
Kriteria
pemilihan software computer perbankan yang baik sesuai dengan kebutuhan bank
secara umum berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut:
1. Kemampuan dokumentasi atau Penyimpanan Data
Jenis dan
klasifikasi data bank yang relative banyak harus bisa ditampung oleh software
yang akan digunakan, termasuk pertimbangan segi keamanan datanya. Jumlah
nasabah serta frekuensi dan jumlah transaksi harian yang besar memerlukan
memory computer yang besar, selain memerlukan kecepatan prosesor yang tinggi
juga. Sebagai contoh BPR kurang efisien jika menggunakan mesin besar, misalnya
AS/400 dalm operasionalnya karena kapasitas dan cakupan geografis BPR biasanya
relative kecil.
2. Keluwesan (Flexibility)
Operasional
bank selalu berkembang dengan kebutuhan yang berubah-ubah dan mungkin bertambah
di kemudian hari walaupun informasi dasarnya tetap sama. Kondisi ini harus bisa
diantisipasi oleh perangkat lunak computer sampai batas-batas tertentu. Setiap
bank mempunyai system dan prosedur yang mungkin berbeda meskipun data atau
informasi dasar yang diolahnya sama. Perangkat lunak computer yang fleksibel
dapat digunakan oleh dua bank yang kapasitasnya sama tetapi system dan
prosedurnya berbeda.
3. Sistem Keamanan
Sebagai
lembaga kepercayaan masyarakat (agent of trusth), bank memerlukan system
keamanan yang handal untuk menjaga kerahasiaan data atau keuangan nasabah;
serta mencegah penyalahgunaan data atau keuangan oleh pihak lain yang tidak
bertanggung jawab. Software computer perbankan yang baik harus menyediakan
fasilitas pengendalian dan pengamanan tersebut.
4. Kemudahan penggunaan (user friendly)
Pengertian
mudah dioperasikan bukan berarti setiap pemakai (user) bisa mengakses ke
software tersebut tetapi petugas yang memang mempunyai kewenangan mudah
mengoperasikan proses yang menjadi tanggung jawabnya. Tahap input, proses, dan
output yang dilakukan pada software tersebut tidak menjadi penghambat dalam
kegiatan perbankan secara keseluruhan. System aplikasi computer yang baik
bahkan dapat mendeteksi kesalahan pengoperasian yaitu dengan memberikan error
message dan memberikan petunjuk pemecahan masalahnya.
5. Sistem Pelaporan (Reporting system)
Data atau
informasi yang dibutuhkan harus bisa disajikan dalam bentuk yang jelas dan
mudah dimengerti. Bank memerlukan laporan-laporan yang lengkap dan jelas
tersebut terutama dalam proses pemeriksaan (audit) atau penyajian laporan yang
bisa dimengerti oleh pihak-pihak yang berkempentingan dengan harapan keuangan
setiap bank menjadi lebih transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.
6. Aspek Pemeliharaan
Kinerja
software perbankan diharapkan relative stabil selama bank beroperasi. Kondisi
ini memerlukan aspek pemeliharaaan yang baik, dalam arti secara teknis tidak
sulit dilakukan dan tidak membutuhkan biaya yang relative mahal. Pemeliharaan
ini juga menyangkut pergantian atau perbaikan teknis peralatan dan modifikasi
atau pengembangan software.
7. Source Code
Software
perbankan biasanya merupakan program paket yang sudah di-compile sehingga
menjadi excecutable file. File program tersebut relative tidak bisa dirubah
atau dimodifikasi seandainya bank menginginkan perubahan atau fasilitas
tambahan dari software tersebut. Kondisi ini bisa diatasi jika pihak bank
mempunyai dan memahami software tersevut dalam bentuk bahasa pemrograman
aslinya atau source code.
7.4.Struktur Informasi Dan Hubungan Antar Sub Sistem Aplikasi Bank
Fungsi
teknologi informasi di sector keuangan, termasuk perbankan secara umum adalah
untuk meningkatkan daya saing bank yang ditunjukkan dengan kecepatan,
ketepatan, efisiensi, produktifitas, validitas dan pelayanan yang semakin
meningkat. Peningkatan kinerja dan saya saing bank tersebut dimungkinkan dengan
keberadaan teknologi informasi yang bias berfungsi sebagai media yang bias
melakukan transaksi, mencakup wilayah geografis yang luas, analisis data,
otomatisasi operasional bank, penyedian informasi, memproses kegiatan bank
secara sekuensial, pengelolaan pengetahuan berbasis teknologi, serta fungsi
disintermediasi yang memungkinkan pihak bank dan nasabahnya seolah-olah tidak
ada penghalang dalam memenuhi kebutuhannya masing-masing.
Konsep
front office yang lebih mendekati sisi nasabah dan konsep back office yang
lebih mendekati sisi bank sebagai lembaga keungan yang harus mencatat,
mendokumentasikan, dan atau mempublikasikan informasi keuangan, menyebabkan
system aplikasi perbankan terdiri dari sub-sub system yang saling berkaitan
sesuai dengan tahap-tahap pemrosesan dan jenis-jenis data keuangan
8.1. SISTEM KLIRING ELEKTRONIK DI INDONESIA
Pengertian umum kliring adalah
pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar bank baik atas nama Bank
maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Penyelenggaraan kliring di Jakarta pada
awalnya dilaksanakan secara manual. Namun dalam perkembangannya, sejalan dengan
meningkatnya transaksi perekonomian nasional khususnya di Jakarta dimana pada
akhir tahun 1989 volume warkat telah mencapai 82.052 lembar warkat perhari
dengan jumlah bank peserta mencapai 613 bank. Hal ini menyebabkan
penyelenggaraan kliring secara manual dirasakan tidak efektif dan efisien lagi
dan suasana pertemuan kliring yang hiruk pikuk sering kali diibaratkan dengan
suasana “pasar burung”.
Melihat kondisi tersebut, Direksi
Bank Indonesia dengan SKBI No. 21/9/KEP/DIR tanggal 23 Mei 1988, kemudian
menetapkan untuk mengubah sistem penyelenggaraan kliring lokal Jakarta dari
sistem manual menjadi sistem otomasi kliring. Meskipun demikian baru pada
tanggal 4 Juni 1990 sistem otomasi dapat
diimplementasikan untuk memproses kliring penyerahan. Sementara untuk proses
kliring pengembalian tetap dilakukan secara manual, sampai kemudian pada tahun
1994 diganti dengan sistem semi otomasi yang kemudian dikenal dengan sebutan
SOKL .
Pada tahun 1996 rata-rata volume
warkat kliring Jakarta mencapai 216.911 lembar per hari, dengan pertumbuhahan rata-rata
dalam tiga tahun sekitar 6%. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya tekanan
dalam kegiatan proses warkat kliring baik di bank peserta maupun di Bank
Indonesia karena keterbatasan kemampuan sarana kliring yang ada dibandingkan
dengan peningkatan jumlah warkat kliring. Pada gilirannya hambatan-hambatan
tersebut menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam settlement dan penyediaan
informasi hasil kliring. Hal ini berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat
terhadap bank dan merugikan lembaga lain yang terkait serta menimbulkan efek
negatif berantai (systemic risk)
Sehubungan dengan itu, sesuai acuan
pokok pengembangan sistem pembayaran nasional (Blue Print Sistem Pembayaran
Nasional Bank Indonesia;1995) yang antara lain memuat visi, kerangka kebijakan
dan langkah-langkah yang perlu dikembangkan dalam menciptakan sistem pembayaran
nasional yang lebih efektif, efisien, handal dan aman, maka pada tahun 1996
konsep penyelenggaraan kliring lokal secara elektronik dengan teknologi image
mulai dikembangkan oleh Urusan Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia.
Pada tanggal 18 September 1998, Bank Indonesia mencatat sejarah baru dalam
bidang sistem pembayaran dimana untuk pertama kalinya di Indonesia diresmikan
penggunaan Sistem Kliring Elektronik (SKE) oleh Gubernur Bank Indonesia, DR.
Syahril Sabirin. Penerapan SKE tersebut dilakukan pada Penyelenggaraan Klring
Lokal Jakarta dimana pada awal implementasi, jumlah peserta yang ikut serta
masih terbatas 7 bank peserta kliring (BRI, BDN, BII, BCA, Deutsche Bank,
Standard Chartered, Citibank) dan 2 peserta intern dari Bank Indonesia (Bagian
Akunting Thamrin dan Bagian Akunting Kota). Keikutsertaan kantor-kantor bank
dalam Kliring Elektronik dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan
teknis masing-masing peserta. Bagi kantor kantor bank yang belum menjadi
anggota Kliring Elektronik, perhitungan kliring tetap menggunakan sistem
kliring otomasi. Implementasi Kliring Elektronik secara menyeluruh kepada
seluruh peserta kliring di Jakarta baru dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2000
8.2. Warkat dan Dokumen Kliring
WARKAT
Warkat
merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan melalui kliring.
Jenis warkat yang dapat diperhitungkan dalam kliring adalah :
1.
Cek;
2.
Bilyet Giro;
3.
Wesel Bank Untuk
Transfer;
4.
Surat Bukti
Penerimaan Transfer;
5.
Nota Debet; dan
6.
Nota Kredit.
- DOKUMEN KLIRING
Dokumen kliring merupakan dokumen
kontrol dan berfungsi sebagai alat bantu dalam proses perhitungan kliring yang
terdiri dari :
1.
Bukti Penyerahan
Warkat Debet – Kliring Penyerahan (BPWD);
2.
Bukti Penyerahan
Warkat Kredit – Kliring Penyerahan (BPWK);
3.
Kartu Batch Warkat
Debet;
4.
Kartu Batch warkat
Kredit; dan
5.
Lembar Subsitusi.
Setiap warkat dan dokumen kliring
yang digunakan wajib memenuhi spesifikasi teknis yang ditetapkan Bank Indonesia
antara lain meliputi kualitas kertas, ukuran, dan rancang bangun. Setiap
pembuatan dan pencetakan warkat dan dokumen kliring untuk pertama kali dan atau
perubahannya oleh peserta wajib memperoleh persetujuan secara tertulis dari
Bank Indonesia Dalam Kliring Elektronik, agar data pada warkat dan dokumen
kliring dapat dibaca oleh mesin baca pilah yang ada di Penyelenggara maka
warkat dan dokumen kliring tersebut wajib dicantumkan Magnetic Ink Character
Recognition (MICR) code line. MICR adalah tinta magnetic khusus yang
dicantumkan pada clear band yang merupakan informasi dalam bentuk angka dan
simbol.
PENYELENGGARAAN KLIRING
Dalam penyelenggaraan Kliring Lokal
secara elektronik di Jakarta mencakup dua siklus kegiatan kliring
1.
Siklus Kliring
Nominal Besar, terdiri dari :
a.
Kliring Penyerahan
Nominal Besar
b.
Kliring Pengembalian
Nominal Besar
Kedua
kegiatan kliring tersebut dilakukan pada hari yang sama.
2.
Siklus Kliring Ritel,
terdiri dari :
a.
Kliring Penyerahan
Ritel
b.
Kliring Pengembalian
Ritel
Kedua kegiatan kliring tersebut
dilakukan pada tanggal yang berbeda yaitu kegiatan kliring pada huruf b
dilakukan pada hari kerja berikutnya setelah kegiatan kliring pada huruf a
dilaksanakan.
Keterangan :
·
Kliring penyerahan
bagian pertama dari siklus kliring guna memperhitungkan warkat yang disampaikan
oleh peserta.
·
Kliring Pengembalian
merupakan bagian kedua dari suatu siklus kliring guna memperhitungkan warkat
debet kliring penyerahan yang ditolak berdasarkan alasan yang ditetapkan dalam
ketentuan Bank Indonesia atau karena tidak sesuai dengan tujuan dan persyaratan
penerbitannya.
MEKANISME SETLEMENT
Dasar perhitungan dalam Kliring
Elektonik adalah Data Keuangan Elektronik (DKE). Perhitungan hasil kliring tersebut akan
tercermin dalam Bilyet Saldo Kliring yang dapat bersaldo kredit (menang
kliring) atau bersaldo debet (kalah kliring) untuk dibukukan secara efektif
langsung ke rekening giro masing-masing bank di Bank Indonesia tanpa
memperhatikan kecukupan dana yang tersedia (netting settlement).
Apabila jumlah kekalahan kliring
melampaui saldo rekeningnya di Bank Indonesia dan peserta tidak dapat
menutupnya sampai dengan Bank Indonesia menutup sistem akunting, maka bank yang
bersangkutan dinyatakan memiliki Saldo Giro Negatif. Apabila Saldo Giro Negatif
tersebut tidak dapat ditutup sampai dengan pukul 09.00 WIB pada hari kerja
berikutnya, peserta tersebut akan dikenakan sanksi penghentian sementara dari
kliring lokal oleh Bank Indonesia.
Karakteristik Sistem Kliring Elektronik
Peserta
Berdasarkan
jenis kepesertaan, hal ini dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
- Peserta langsung Aktif (PLA), peserta yang mempunyai kewenangan untuk mengirimkan DKE ke Sistem Pusat Komputer Kliring Elektronik (SPKE) dan menyampaikan bundel warkat kepada penyelenggara serta menerima hasil perhitungan kliring dan warkat dari penyelenggara dengan menggunakan identitas peserta yang bersangkutan
- Peserta Langsung Pasif (PLP), peserta yang mempunyai kewenangan untuk mengirimkan DKE ke SPKE dan menyampaikan kewenangan untuk mengirimkan DKE ke SPKE dan menyampaikan bundel warkat kepada penyelenggara melalui dan menggunakan identitas PLA, tetapi dapat menerima hasil perhitungan kliring dan warkat dari penyelenggara dengan menggunakan identitas peserta yang bersangkutan
- Peserta Tidak Langsung (PTL) adalah peserta yang mempunyai kewenangan untuk mengirimkan DKE ke SPKE dan menyampaikan bundel warkat kepada penyelenggara melalui dan menggunakan identitas PLA, serta menerima hasil perhitungan kliring dan warkat dari penyelenggara dengan menggunakan identitas PLA atau PLP.
Sarana Ske
Peserta PLA
wajib menyediakan sarana TPK yang terdiri dari :
1.
Perangkat lunak
aplikasi TPK
2.
Perangkat lunak
operation system
3.
Personal Computer
(PC)
4.
Mesin reader
encoder, atau mesin encoder
5.
Jaringan Komunikasi
Data (JKD) cadangan (dial up)
6.
Sarana backup TPK
Mekanisme SKE
Secara umum mekanisme proses Kliring
Elektronik adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapkan warkat dan dokumen kliring meliputi pemisahan warkat menurut
jenis transaksinya (warkat debet atau warkat kredit), pembubuhan stempel
kliring dan pencantuman informasi MICR code line baik pada warkat maupun pada
dokumen kliring.
2. Selanjutnya Bank pengirim merekam data warkat kliring ke dalam sistem TPK
dengan menggunakan mesin reader encoder atau meng-input data warkat untuk
menghasilkan DKE.
3. Mengelompokkan warkat dalam batch kemudian menyusunnya dalam bundel warkat
yang terdiri dari: BPWD/BPWK; Lembar Substitusi; Kartu Batch Warkat
Debet/Kredit ; Warkat Debet/Kredit.
4. Mengirimkan batch DKE secara elektronik melalui JKD ke SPKE di
penyelenggara. Fisik warkat dari DKE selanjutnya dikirim ke penyelenggara untuk
dipilah berdasarkan bank tertuju secara otomasi dengan menggunakan mesin baca
pilah berteknologi image.
5. Peserta dapat melihat status DKE di TPK masingmasing, apakah pengiriman
tersebut sukses atau gagal.
7. SPKE akan memproses DKE yang diterima secara otomatis setelah batas waktu
transmit DKE berakhir
8. Selanjutnya SPKE akan mem-broadcast informasi hasil kliring kepada seluruh
TPK sehingga peserta dapat secara on-line melihat posisi hasil kliring melalui
TPK
9. Hasil perhitungan DKE tersebut (Bilyet Saldo Kliring) selanjutnya dibukukan
ke rekening giro masing-masing bank di sistem Bank Indonesia
Untuk mendukung efektifitas
implementasi kebijakan moneter dan untuk mempercepat pemulihan industri
perbankan, kebijakan system pembayaran akan diarahkan untuk mempercepat
pengembangan dan implementasi suatu system pembayaran yang efisien, akurat,
aman, dan konsisten melalui peningkatan kualitas layanan. Salah satu cara untuk
mencapai hal tersebut adalah melalui implemnetasi Real Time Gross Settlement
System (BI-RTGS) yang sudah dimulai sejak 17 November tahun 2000 di Jakarta.
Tujuan RTGS:
1.
Memberikan pelayanan
sistem transfer dana antar peserta, antar nasabah peserta dan pihak lainnya secara
cepat, aman, dan efisien
2.
Memberikan kepastian
pembayaran
3.
Memperlancar aliran
pembayaran (payment flows)
4.
Mengurangi resiko
settlement baik bagi peserta maupun nasabah peserta (systemic risk)
5.
Meningkatkan
efektifitas pengelolaan dana (management fund) bagi peserta melalui
sentralisasi rekening giro
6.
Memberikan informasi
yang mendukung kebijakan moneter dan early warning system bagi pengawasan bank
7.
Meningkatkan
efisiensi pasar uang
Mekanisme Transfer
1.
Bank pengirim
memasukkan transfer kredit ke terminal RTGS yang ada di bank tersebut yang
selanjutnya akan dikirim ke RTGS Computer Center (RCC) di Bank Indonesia
2.
RCC akan memproses
transfer kredit tersebut dengan mekanisme sebagai berikut:
a.
Memverifikasi apakah
saldo rekening bank pengirim lebih besar atau sama dengan jumlah nominal dari
transfer kredit tersebut
b.
Jika saldo tersebut
mencukupi, maka proses akan dieksekusi sacara simultan sehingga rekening bank
pengirim dikurangi dan rekening bank penerima akan ditambah secara otomatis
c.
Jika saldo rekening
bank pengirim tidak mencukupi makan transfer kredit tersebut akan ditempatkan
dalam antrian di dalam mesin RTGS
4.
Informasi mengenai
transfer kredut akan dikirimkan secara otomatis ke RCC, RTGS terminal bank
pengirim, dan bank penerima.
Manajemen Antrian
1.
Sistem antrian pada
BI-RTGS didasarkan pada priority level and first in first out (FIFO)
2.
Modul antrian dalam
BI-RTGS dilengkapi dengan bypass FIFO facility yang beroperasi otomatis jika
antrian mencapai jumlah tertentu, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah antrian
3.
Tingkat prioritas
antriannya adalah sebagai berikut:
·
Prioritas pertama : Hasil kliring
·
Prioritas kedua : Transaksi bank dengan BI/pemerintah
·
Prioritas ketiga : Transfer kredit dari bank peserta
BI-RTGS
Sumber – sumber
:
yumniati.staff.jak-stik.ac.id/files/sistem-perbankan[8].doc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar